KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke Khadirat
Allah swt. yang telah memberikan selaksa nikmat, rahmat dan ridhoNya kepada
kita semua sehingga makalah yang
berjudul “FALSAFAH SARA
PATAANGUNA “ BHINCI – BHINCIKI KULI ”POMAA – MAASIAKA ” ini dapat terselesaikan.
Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas dorongan yang
diberikan kepada kami dalam proses penyelesaian makalah ini. Bapak Helius
Udaya, S.Pd, M.A. yang telah membimbing
kami dalam proses penyelesaian makalah ini dan berbagai arahan yang telah
diberikan demi tersusunnya makalah ini, juga tak lupa orang tua kami yang
senantiasa mendoakan kami.
Kepada para pembaca, kami tak lupa mengharapkan kritik yang
bersifat membangun bilamana terdapat kesalahan dan kekeliruan demi perbaikan
makalah ini. Karena bagaimanapun juga, manusia itu tempat lupa dan lalai
sebagaimana tiada gading yang tak retak.
Bau-Bau, 18
April 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………………. 1
Daftar Isi
…………………………………………………………………………………………………………………. 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………… 4
1.2 Masalah ………………………………………………………………………………………………………….. 5
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………………………………………….. 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sara Pataanguna
Bhinci-Bhinciki Kuli : “Pomaa-maasiaka” ……………………. 6
2.2 Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi
Ekonomi …. 8
2.3 Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari Segi Sosial ………. 13
2.4 Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari Segi Budaya …….. 14
2.5 Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari Segi Politik ………. 15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
……………………………………………………………………………………………………… 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Buton yang mulai dikenal dalam Sejarah Nasional dalam naskah
Negara Kertagama karya Prapanca tahun
1365 Masehi merupakan sebuah negeri atau daerah budaya bekas kerajaan /
kesultanan yang pernah berdaulat pada masanya, Buton telah menapaki proses
perjalanan sejarahnya selama kurang lebih 7 (tujuh) abad.
Buton memiliki sistem ketatanegaraan yang mapan sehingga mampu
menjaga integrasi wilayah dan rakyatnya selama ratusan tahun. Wujud
kegemilangan masa lalu negeri ini sebagian masih terefleksi dalam kehidupan
masyarakatnya hingga sekarang, baik dalam wujud sistem nilai (norma-norma),
adat-istiadat, benda-benda budaya, maupun dalam berbagai bentuk pranata sosial
budaya lainnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki
Falsafah Hidup yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki
Kuli yang merupakan landasan utama Hukum Adat Wolio. Makna-makna hakiki
yang terkandung di dalamnya kemudian terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu sebagai berikut
:
-
Pomaa – maasiaka = Saling
sayang menyayangi.
Artinya
saling menyayangi, saling mencintai terhadap sesama.
-
Poangka - angkataka = Saling
menghormati.
Artinya
saling menghormati, menghargai dan saling mengutamakan terhadap sesama.
-
Popia – piara = Saling
memelihara atau mengabdi.
Artinya
saling memelihara, mencintai atau saling mengabdi terhadap sesama.
-
Pomae – maeka = Saling
takut-menakuti.
Artinya
saling merasa takut atau hormat terhadap sesama.
1.2. Masalah
Mengacu
dari latar belakang di atas sesuai judul makalah, maka yang menjadi
permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana menganalisis dan
meninjau Falsafah Sara Pataanguna Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari
segi Ekonomi, Sosial, Budaya dan Politik dalam kehidupan sehari-hari?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui Falsafah Sara Pataanguna Bhinci-Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari segi Ekonomi, Sosial, Budaya dan Politik dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sara Pataanguna
Bhinci-Bhinciki Kuli : “Pomaa-maasiaka”
Falsafah “Bhinci-bhinciki
Kuli” (saling cubit-mencubit kulit) yaitu kemanusiaan/diri manusia atau
nafsahu telah dikembangkan oleh para ilmuwan (pemikir-pemikir) lokal di Buton
pada zamannya. Walaupun sistem pemerintahan kerajaan dan kesultanan pada saat
ini sudah tidak berjalan secara formal di lingkungan masyarakat lokal, namun
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih mengakar dan melekat serta
merasuk dalam lubuk hati sanubari masyarakat Buton.
Hukum bhinci-bhinciki
kuli merupakan “Pokok Adat dan Dasarnya Sara.” Dan dinyatakan pula bahwa adat-istiadat
Buton itu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Demikian pula sara di Buton itu adalah sara Allah SWT dan sara Nabi SAW.
Dari pengertian bhinci-bhinciki
kuli yang telah dikemukakan di atas jika dikaitkan dengan pelaksanaan tugas
kepemimpinan, intinya adalah saling takut, saling malu, saling segan dan saling
insyaf. Hal ini jika diterapkan dalam suatu organisasi/kelompok masyarakat,
walaupun dalam lembaga tersebut ada atasan, ada bawahan dan ada peserta
personil lainnya atau terdapat berbagai personil, berbagai suku dan agama,
tingkat umur dan kepangkatannya, namun yang ditakuti, dimalui, disegani dan
diinsyafi adalah Tuhan YME di atas segalanya.
Falsafah ini mengandung makna yang fundamental yaitu bahwa
setiap manusia selaku anggota masyarakat bila mencubit kulitnya sendiri pasti
akan terasa sakit karena itu janganlah mencoba mencubit kulit orang lain, sebab ia juga akan merasa
sakit sebagaimana Anda sendiri akan merasakan sakitnya bila hendak dicubit oleh orang lain. Falsafah ini bersumber dari
keyakinan bahwa manusia secara universal mempunyai perasaan yang sama. Seluruh
umat manusia dilahirkan ke dunia memiliki perasaan yang sama dan hak-hak azasi
yang sama pula sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati dan tidak boleh
dilanggar oleh siapapun juga. Secara singkat dapat dikatakan bahwa falsafah “Bhinci-Bhinciki Kuli” identik dengan “perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Falsafah “bhinci-bhinciki
kuli” adalah dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara berfikir
dan sekaligus sebagai sumber hukum. Dari falsafah “bhinci-bhinciki kuli” tersebut kemudian lahirlah “sara pataanguna”, yaitu pomaa-maasiaka,
pomae-maeka, poangka-angkataka, dan popia-piara.
Secara lebih khususnya dijelaskan bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” yaitu salah
satunya adalah Pomaa – maasiaka berarti senantiasa hidup saling peduli dan
saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat. Hal ini mengandung makna
yang luhur, bahwa antara masyarakat harus saling menyayangi dan kasih mengasihi
secara timbal balik, saling menyayangi antara yang muda kepada yang tua,
demikian pula sebaliknya, antara si kaya dan si miskin, antara si kuat dan si
lemah, pemerintahan dengan rakyatnya dan lain sebagainya.
Dengan demikian rasa kekeluargaan, kebersamaan dan gotong
royong dapat akan berjalan dalam masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka
ini tidak diindahkan lagi. Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki
dan sifat-sifat menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan,
kebersamaan, dan gotong royong.
2.2.
Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi
Ekonomi
Sebelum membahas tentang Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli
“Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi, kita mengulas terlebih dahulu arti dari
ekonomi itu sendiri.
Kata “ekonomi” berasal dari kata Yunani, oikos yang berarti
“keluarga, rumah tangga” dan nomos atau peraturan, aturan, hukum.
Jadi secara garis besar, ekonomi diartikan
sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga”.
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Ekonomi merupakan aktivitas yang boleh
dikatakan sama halnya dengan keberadaan manusia di bumi ini sehingga kemudian
timbul motif ekonomi yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Ekonomi memiliki prinsip, dimana prinsip tersebut merupakan
langkah yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan
tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Sistem ekonomi ada berbagai macam, di antaranya :
-
Sistem Ekonomi Kapitalis
Prinsipnya
yaitu :
-
Kebebasan memiliki harta
secara sendirian,
-
Kebebasan ekonomi dan
persaingan bebas,
-
Ketidaksamaan ekonomi.
-
Sistem Ekonomi Komunis
Prinsipnya
yaitu :
-
Hak milik atas alat-alat
produksi oleh Negara,
-
Proses ekonomi berjalan
atas dasar rencana yang telah dibuat,
-
Perencanaan ekonomi
sebagai rencana atau dalam proses ekonomi yang harus dilalui.
-
Sistem Ekonomi Sosialis.
Prinsipnya
yaitu :
-
Hak milik atas alat-alat
produksi oleh koperasi-koperasi serikat pekerja, badan hukum,dan masyarakat
yang lain. Pemerintah menguasai alat-alat produk yang vital,
-
Proses ekonomi berjalan
atas dasar mekanisme pasar,
-
Perencanaan ekonomi
sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha menyesuaikan kebutuhan individual
dengan kebutuhan masyarakat.
Indonesia memiliki sistem ekonomi sendiri yaitu sistem
demokrasi ekonomi yang prinsip-prinsip dasarnya tercantum dalam Undang-Undang
1945, pasal 33.
Sistem kapitalis yang saat ini banyak dipergunakan telah
menunjukkan kegagalan dengan mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi. Sistem Ekonomi Islam sebagai pilihan
alternatif mulai digali untuk diterapkan sebagai sistem perekonomian yang baru.
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi
yang lain. Di mana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan nilai
ibadah dalam setiap kegiatannya.
Prinsip ekonomi Islam adalah :
-
Kebebasan individu,
-
Hak terhadap harta,
-
Ketidaksamaan ekonomi
dalam hal batasan,
-
Kesamaan sosial,
-
Keselamatan sosial,
-
Larangan menumpuk kekayaan,
-
Larangan terhadap
institusi anti-sosial,
-
Kebijakan individu dalam
masyarakat.
Konsep ekonomi Islam, Islam mengambil suatu kaidah terbaik
antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk
membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah).
Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian
yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani atau
etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul yaitu dalam :
-
QS Al-Ahzab : 72 (Manusia
sebagai makhluk pengemban amanat Allah )
-
QS Hud : 61 (Untuk
memakmurkan kehidupan di bumi)
-
QS Al-Baqarah : 30
(Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di bumi.)
Hal – hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber
ajaran Islam tersebut diperoleh ketentuannya dengan jalan Ijtihad.
Dasar-dasar ekonomi Islam adalah bertujuan :
1.
Untuk mencapai masyarakat
yang sejahtera baik di dunia maupun di akhirat, tercapainya pemuasan optimal
berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan
maupun masyarakat. Dan untuk itu, alas pemuas dicapai secara optimal dengan
pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja
secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3. Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlantar
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang-orang miskin
yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai
pembagian rizki.
5. Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan
zakat.
6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama. Dan
yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.
Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem
ekonomi Islam adalah sebagai berikut.
Nilai dasar dalam ekonomi Islam.
1.
Hakekat pemilikan adalah
kemanfaatan, bukan penguasaan.
2. Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3. Keadilan antar sesama manusia.
Nilai
Instrumental sistem ekonomi Islam.
1.
Kewajiban zakat.
2. Larangan riba.
3. Kerjasama ekonomi.
4. Jaminan sosial.
5. Peranan negara.
Nilai Filosofis Sistem Ekonomi Islam.
1.
Sistem ekonomi Islam
bersifat terikat yakni nilai.
2. Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian
dan pengembangannya berlangsung terus-menerus.
Nilai Normatif dalam Sistem Ekonomi Islam.
1.
Landasan aqidah
2. Landasan akhlak
3. Landasan syar’iah
4. Al-Qur’anul Karim
5. Ijtihad (Ra’yu) meliputi qiyas, masalah mursalah, istishan,
istishab, dan urf.
Ekonomi Islam dan tantangan Kapitalisme.
Perbedaan dalam ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain
adalah
·
Asumsi dasar atau norma
pokok maupun aturan main dalam proses ataupun interaksi kegiatan ekonomi yang
diberlakukan. Dalam sistem ekonomi Islam, asumsi dasarnya adalah syari’ah Islam,
diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok,
masyarakat, usahawan, maupun penguasa atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik untuk keperluan jasmaniah ataupun rohaniah.
Prinsip ekonomi Islam adalah
penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan alam.
Motif ekonomi Islam adalah
mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan
beribadah dalam arti yang luas.
Berbicara tentang sistem ekonomi
Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa dilepaskan dari perbedaan
pendapat mengenai halal haramnya bunga yang oleh sebagian ulama dianggap
sebagai riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an.
Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar, alat penyimpan kekayaan dan
pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian uang, oleh para penulis
Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai konsep yang harus
dihindari dalam perekonomian. Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh
sebagian ahli sebagai faktor yang
mengakibatkan semakin buruknya situasi – situasi perekonomian dan sistem bunga
sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia,
sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomi rakyat.
Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi
yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya dan tidak
ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko
sama sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan
umat Islam wajib meninggalkannya (QS Al-Baqarah : 278), akan tetapi Islam
menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (QS 83; 1-6).
Dari penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa Falsafah
Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi ekonomi dapat dilihat dari
adanya keberadaan sistem ekonomi Islam yang ada dalam kehidupan manusia, dimana
pengertian Pomaa-maasiaka dari segi
ekonomi berarti harus berbasis cinta kasih atau kepuasan kepada kedua belah
pihak, dalam arti antara keduanya tidak saling merugikan, yaitu antara pembeli
dan penjual.
2.3.
Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi
Sosial
Menurut pendapat Dr.
Bambang Rudito, di kehidupan kita sebagai anggota masyarakat istilah sosial
sering dikaitkan dengan hal- hal
yang berhubungan dengan
manusia dalam masyarakat, seperti
kehidupan kaum miskin di kota,
kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan juga sering
diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan
manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Sosial berkaitan dengan
kemanusiaan sehingga dapat diasumsikan sosial pada dasarnya mengarah pada
bentuk atau sifatnya yang humanis atau kemanusiaan dalam artian kelompok, yang
mengarah pada hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat. Sehingga dapat
dimaksudkan bahwa sosial merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan
yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat atau komuniti yang digunakan
sebagai acuan dalam berhubungan antar manusia.
Dari pernyataan di atas,
jika dikaitkan dengan Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi
sosial, maka interaksi antar hubungan sesama manusia atau masyarakat haruslah dilandasi
kasih sayang, walaupun ada perbedaan status dalam lingkungannya.
2.4. Falsafah Bhinci-Bhinciki
Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi Budaya
Berdasarkan asal-usul katanya (etimologis), budaya bentuk
jamaknya kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah” yang merupakan bentuk jamak budi, yang artinya akal atau
segala sesuatu yang berhubungan dengan akal pikiran manusia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan budaya dalam dua
pandangan yaitu : pertama, hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian
dan adat-istiadat; kedua, menggunakan
pendekatan ilmu antropologi yaitu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya
yang akan menjadi pedoman tingkah lakunya.
Budaya memiliki perwujudan, contohnya adanya aktivitas
(tindakan) yang merupakan suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat,
sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Dapat dilihat dari berbagai contoh, di antaranya dalam
pelaksanaan kepemimpinan, seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya selalu membimbing dan membantu para bawahan dan staf lainnya melalui
teguran secara langsung agar kesalahan yang dibuat oleh bawahannya tidak
berlarut-larut. Di samping itu, adanya kasih sayang yang diberikan guru
terhadap siswanya, bawahan yang selalu memberi salam dan mematuhi nasihat
atasannya. Kasih sayang tidak sebatas hanya sesama manusia saja, akan tetapi
juga semua makhluk ciptaan-Nya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Berkaitan dengan hal ini, maka dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka”
dari segi budaya dapat dimaknai bahwa setiap perilaku yang dilakukan setiap
hari harus berlandaskan saling mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya.
2.5.
Falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari Segi
Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya (sesuatu yang)
berhubungan dengan warga Negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari
kata polis maknanya kota. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1989), pengertian politik sebagai kata benda ada tiga.
Jika dikaitkan dengan ilmu artinya
1.
Pengetahuan mengenai
kenegaraan (tentang sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan);
2.
Segala urusan dan tindakan
(kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap
Negara lain; dan
3.
Kebijakan, cara bertindak
(dalam menghadapi atau mengenai suatu masalah).
Istilah politik dalam
ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya
menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Dapat disimpulkan
bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka
proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sebagai contoh, dengan adanya UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM. Merupakan suatu tindakan atau keputusan pemerintah dalam menetapkan
kebijakannya yang tidak membawa kerugian kepada masyarakat ataupun pemerintah
dan negara. Indonesia adalah
negara kesatuan berbentuk
republik, dengan memakai sistem
demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan
otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan demikian, dari segi
politik, arti dalam falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” yaitu dalam
proses pengambilan kebijakan dalam tatanan pemerintahan harus berlandaskan
kasih sayang, di mana tidak ada kerugian yang diterima oleh kedua belah pihak,
baik rakyat ataupun pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Buton telah memiliki
Falsafah Hidup yaitu Falsafah Bhinci-Bhinciki
Kuli yang merupakan landasan utama Hukum Adat Wolio, dasar hukum yang
dijadikan landasan nilai-nilai, cara berfikir dan sekaligus sebagai sumber
hukum yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Makna-makna hakiki
yang terkandung di dalamnya kemudian terjabar dalam Sara Pataanguna atau dasar hukum yang empat, yaitu sebagai berikut
:
-
Pomaa – maasiaka
-
Poangka - angkataka
-
Popia – piara
-
Pomae – maeka
Secara lebih khusus bahwa Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” yaitu salah satunya adalah Pomaa
– maasiaka berarti senantiasa hidup saling peduli dan saling menyayangi
antara sesama anggota masyarakat. Bahwa antara masyarakat harus saling
menyayangi dan kasih mengasihi secara timbal balik, saling menyayangi antara
yang muda kepada yang tua, demikian pula sebaliknya, antara si kaya dan si miskin,
antara si kuat dan si lemah, pemerintahan dengan rakyatnya dan lain sebagainya.
Sehingga rasa kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong dapat akan berjalan
dalam masyarakat. Namun, apabila pomaa-maasiaka ini tidak diindahkan
lagi. Maka timbul sifat sebaliknya, yaitu iri hati, dengki dan sifat-sifat
menjatuhkan harga diri yang bisa memecah belah rasa kekeluargaan, kebersamaan,
dan gotong royong.
Falsafah Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi
ekonomi dapat dilihat dari adanya keberadaan sistem ekonomi Islam yang ada
dalam kehidupan manusia, dimana pengertian Pomaa-maasiaka
dari segi ekonomi berarti harus berbasis cinta kasih atau kepuasan kepada kedua
belah pihak, dalam arti antara keduanya tidak saling merugikan, yaitu antara
pembeli dan penjual.
Falsafah
Bhinci – Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi sosial, maka interaksi antar
hubungan sesama manusia atau masyarakat haruslah dilandasi kasih sayang,
walaupun ada perbedaan status dalam lingkungannya.
Falsafah Bhinci-Bhinciki
Kuli “Pomaa-maasiaka” dari segi budaya dapat dimaknai bahwa setiap perilaku
yang dilakukan setiap hari harus berlandaskan saling mengasihi antara yang satu
dengan yang lainnya.
Dari segi politik, arti dalam
falsafah Bhinci-Bhinciki Kuli “Pomaa-maasiaka” yaitu dalam proses pengambilan
kebijakan dalam tatanan pemerintahan harus berlandaskan kasih sayang, di mana
tidak ada kerugian yang diterima oleh kedua belah pihak, baik rakyat ataupun
pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas, Nabai Drs. Mutiara
Buton yang Terpendam.
Andriansyah. 2009. Makalah
Sistem Politik di Indonesia. Medan.
Saidi, EA Mohammad, Haziroen Koedoes & Musa Awi. 2002. Ikhtisar Adat Istiadat Masyarakat Buton.
Yayasan Keraton Wolio Buton. Bau-Bau.
Safulin, La Ode, Rustam Awat & Aris Mahmud. 2009. Akhlak dan Budaya Buton. Bau-Bau.
Tanziylu Faizal Amir, Ld. Muhammad, dkk. Sejarah Terjadinya Negeri Buton dan Negeri Muna. Buton.
Turi, La Ode. 2007. Esensi
Kepemimpinan Bhinci-Bhinciki Kuli (Suatu Tinjauan Budaya Kepemimpinan Lokal
Nusantara). Khazanah Nusantara. Kendari.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
http://www.facebook.com
http://www.yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar